Rabu, 12 November 2014

Persamaan dan Perbedaan Akhlaq dengan Tasawuf



MAKALAH AKHLAK TASAWUF
Perbedaan Dan Persamaan Antara Akhlaq Dan Ilmu Tasawuf







Dosen Pembimbing
Salman Faris, MA.M.Hum
Penyusun
Rifatul Mustafidah









Sekolah Tinggi  Islam Az=Ziyadah (STAIZA)

















KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil’alamin, marilah kita panjatkan puji syukur atas ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala dimana kita masih diberikan nikmat kesehatan, kesempatan serta hidayah dan taufik, suatu nikmat yang begitu banyak dan besar sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Shalawat serta salam tak lupa pula kita kirimkan kepada junjungan Nabi
besar Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, sahabat serta keluarganya sebab jasa beliaulah yang membawa umat manusia ke jalan yang diridhai Allah SWT. 

          Penulis menyadari bahwa makalah Akhlak Tasawuf ini masih banyak terdapat kekurangan dari segala aspek oleh karena itu, kami sangat membutuhkan masukan dan arahan agar sekiranya kami dapat membenahinya dalam penulisan selanjutnya, dan kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah memberikan sumbangsi pemikirannya, semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberkahi kita semua, amiin.     

                                                                                        Jakarta,13 November 2014

                                                                                                     
                                                                                                               Penyusun
















BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Akhlaq Tasawwuf merupakan salah satu khazanah intelektual Muslim yang kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan, secara historis dengan teologis akhlak tasawwuf tampil mengawal dan memandu perjalanan hidup umat agar selamat dunia dan akhirat. Tidaklah berlebihan jika misi utama kerasulan Muhammad SAW. Adalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia, dan sejarah mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima.Khazanah pemikiran dan pandangan di bidang akhlaq dan tasawwuf itu kemudian menemukan momentum pengembangan dalam sejarah, antara lain ditandai oleh munculnya sejumlah besar ulama tasawwuf dan ulama di bidang akhlaq.
Di tambah lagi dengan problematika pada zaman sekarang ini yang sudah tercemar dengan budaya barat sehingga menimbulkan perilaku kebarat-baratan seperti pacaran, ciuman di tempat umum, narkoba dan lain sebagainya. Sudah sangat minim seseorang yang memiliki rasa malu yang tinggi untuk melakukan sebuah maksiat, bahkan terkadang sampai lupa akan kewajiban.oleh karena itu Ilmu Akhlaq Tasawuf sangat penting untuk dipelajari.
Disadari bahwa masih banyak bidang akhlaq tasawwuf yang dapat dikemukakan, namun keterbatasan ilmu yang kami miliki kami mohon maaf jika mempunyai kesalahan dalam pengumpulan data yang kami kumpulkan ini.

B.     Identifikasi Masalah
            Beberapa masalah yang berkaitan dengan judul makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian Akhlaq dan Ilmu Tasawuf ?
2.      Apa persamaan dan perbedaan antara Akhlaq dan Ilmu Tasawuf ?

C.    Tujuan Penulisan Makalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas maka penulis mencoba merumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengertian Akhlaq dan Tasawuf
2.      Untuk mengetahui perbedaan antara Akhlaq dan Ilmu Tasawuf
3.      Untuk mengetahui persamaan antara Akhlaq dan Ilmu Tasawuf




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Akhlaq
            Kajian ini membedakan antara Akhlak dan Ilmu Akhlak, Akhlak diartikan sebagai tingkah laku manusia, sedangkan Ilmu Akhlak diartikan sebagai suatu teori yang mempelajari tingkah laku manusia, sehingga pengertiannyapun dibedakan dalam pembahasan ini.
Kata “Akhlak” berasal dari bahasa Arab yang sudah dijadikan bahasa Indonesia, yang diartikan juga sebagai “ tingkah laku, perangai atau kesopanan “. Kata akhlaq merupakan jama’ taksir dari kata khuluq, yang sering juga diartikan dengan sifat bawaan atau tabiat, adat kebiasaan dan agama.[1]
            Sedangkan definisinya dapat dilihat beberapa pendapat dari pakar ilmu akhlaq, antara lain:
1.      Al-Qurtubi
Perbuatan yang bersumber dari diri manusia yang selalu dilakuakan, maka itulah yang disebut akhlaq, karena perbuatan tersebut bersumber dari kejadiannya.[2]
2.      Muhammad bin ‘Ilan al-Sadiqi
Akhlaq adalah suatu pembawaan yang tertanam dalam diri, yang dapat mendorong seseorang berbuat baik dengan gampang.[3]
3.      Ibnu Maskawih
Akhlaq adalah kondisi jiwa yang selalu mendorong (manusia) berbuat sesuatu, tanpa ia memikirkan (terlalu lama).[4]
4.      Abu Bakar Jabir al-Jaziri
Akhlaq adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia, yang dapat menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela.[5]
5.      Imam Al-Ghazali
Akhlaq adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia) yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan, tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama) maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan terpujimenurut ketentuan rasio dan norma agama, dinamakan akhlaq baik. Tapi manakala ia melahirkan tindakan buruk, maka dinamakan akhlaq buruk.[6]

            Dalam diri setiap manusia, terdapat potensi dasar yang dapat mewujudkan akhlak baik dan buruk, tetapi sebaliknya pada dirinya juga dilengkapi rasio (pertimbangan pemikiran) dan agama yang dapat menuntun perbuatannya, sehingga potensi keburukan dalam dirinya dapat ditekan, lalu potensi kebaikannya dapat dikembangkan. Oleh karena itu, manusia sejak lahir, harus diberi pendidikan, bimbingan dan pembiasaan yang baik,untuk merangsang perkembangan dan pertumbuhannya. Bahkan agama dan ilmu pendidikan memberikan konsep dan teori tentang perlunya ada proses pendidikan yang berlangsung, tatkala kedua orang tua baru mencari jodoh.

            Konsep manusia yang ideal dalam islam, adalah manusia yang kuat imannya dan kuat taqwanya. Ketika manusia memiliki kekuatan taqwa, iapun dapat memiliki kekuatan ibadah dan kekuatan akhlaq. Orang yang memiliki kekuatan iman disebut mu’min, orang yang memiliki kekuatan ibadah disebut muslim, dan orang yang memiliki kekuatan akhlaq disebut muhsin. Bila ketiga sifat ini menjadi kekuatan dalam diri setiap manusia, maka ia akan selamat dan bahagia di dunia dan di akhirat. Dan inilah yang menjadi tujuan hidup setiap manusia, sehingga ia selalu meminta do’a, sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 251.

B.     Pengertian Ilmu Akhlaq
            Ada beberapa pakar yang mengemukakan definisi ilmu akhlaq, antara lain :
1.      Mansur Ali Rajab
      Ilmu tentang nilai-nilai yang baik, lalu mengetahui cara-cara mengikutinya, agar manusia ( dapat menggunakannya ) untuk berbuat baik. Dan ( Ilmu ) tentang nila-nilai yang buruk, lalu  ( mengetahui ) cara-cara menjauhinya untuk membersihkan diri dari padanya.[7]
2.      Ahmad Amin
      Ilmu Akhlaq adalah suatu ilmu yang membahas perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk. [8]
3.      Socrates ( 469 – 399 SM )
      Socrates menguraikan etika dengan menerangkan, bahwa dalam diri setiap manusia ada potensi akal-pikiran yang berfungsi untuk membedakan antara hal-hal yang baik dengan hal-hal yang buruk. Kemudian juga ada potensi spiritual yang mendorong manusia untuk menunjukan hal-hal yang baik dan meninggalkan hal-hal yang buruk.[9]

C.    Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlaq
1.      Untuk memberikan pengetahuan kepada manusia tentang criteria baik dan buruk, lalu memberikan tuntunan tentang cara yang terbaik untuk melakukan perbuatan baik, serta cara yang baik untuk menjauhi perbuatan buruk. Inilah yang disebut ranah kognitif (quwwatu al-ilmi)
2.      Untuk menanamkan sikap pada diri manusia, bahwa perbuatan baik dapat memperoleh kebaikan hidup, sedangkan perbuatan buruk dapat menyengsarakannya. Inilah yang dimaksud dengan ranah efektif ( quwwatu al-hali )
3.      Bersedia berbuat kebaikan, kapan dan dimana saja bila dibutuhkan. Dan bersedia menghindari perbuatan buruk, kapan dan dimana saja, untuk menjaga dan memelihara agamanya, masyarakatnya dan dirinya.inilah yang disebut dengan ranah psikomotorik (quwwatu al-amal)

D.    Pengertian Tasawuf
a.       Menurut Bahasa
1.      Tasawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan dengan ahlu suffah ( اهل الصّفة ), yang berarti sekelompok orang di masa Rasulullah yang hidupnya banyak berdiam di serambi-serambi masjid, dan mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah.
2.      Tasawuf berasal dari kata shafa (صفاء), yang berarti sebagai nama bagi orang-orang yang “bersih” atau “suci”. Maksudnya adalah orang-orang yang mensucikan dirinya dihadapan Tuhannya.
3.      Tasawuf berasal dari kata “saf”. Makna “saf” itu dinisbahkan kepada orang-orang yang ketika shalat berada di saf atau barisan terdepan.
4.      Tasawuf dinisbahkan kepada orang-orang dari bani suffah.
5.      Tasawuf dinisbahkan dengan kata atau bahasa Yunani, yaitu saufi ( (صوفى. Istilah ini disamakan maknanya dengan kata hikmah, yang berarti kebijaksanaan.
6.      Tasawuf berasal dari kata saufanah yaitu sebangsa buah-buahan kecil berbulu yang banyak tumbuh di padang pasir tanah Arab. Pakaian kaum sufi berbulu seperti buah pula, dalam kesederhanaannya.
7.      Tasawuf berasal dari kata suf ( صُوْفِى ) yang berarti bulu domba atau wol.

            Dari ketujuh definisi diatas, yang banyak diakui kedekatannya dengan pengertian tasawuf adalah definisi yang ketujuh, yaitu suf. Mereka yang cenderung memakai definisi yang ketujuh, antara lain Al-Kalabazi, Al-Syukhrawardi, dan Al-Qusyairi. Namun pada kenyataannya tidak setiap kaum sufi memakai pakaian wol.
b.      Menurut Istilah
1.      Al Jauhari
Tasawuf adalah, memasuki segala budi (akhlaq) yang bersifat sunni dan keluar dari budi pekerti yang rendah.
2.      Al Junaidi
Tasawuf adalah, bahwa yang haq adalah yang mematikanmu, dan haqlah yang menghidupkanmu.
3.      Abu Hamzah
Ia memberikan cirri terhadap ahli tasawuf sebagai berikut. Tanda sufi yang benar adalah berpikir setelah dia kaya, merendahkan diri setelah dia bermegah-megahan, menyembunyikan diri setelah ia terkenal, dan tanda sufi palsu adalah kaya setelah dia fakir, bermegah-megahan setelah dia hina dan tersohor setelah ia bersembunyi.
4.      Amir bin Usman Al Makki
Tasawuf adalah seorang hamba yang setiap waktunya mengambil waktu yang utama.
5.      Ali al Qassab
Tasawuf adalah akhlak yang mulia, yang timbul pada masa yang mulia, dari seseorang yang mulia ditengah-tengah kaum yang mulia.
6.      Ma’ruf al-Karakhi
Tasawuf adalah mengambil hakikat dan berputus asa pada apa yang ada ditangan makhluk.
           
            Para ulama tasawuf sendiri berbeda cara dalam mendefinisikan tasawuf. Diantara berbagai pendapat berikut diantaranya adalah :
1.)    Asy-Syeikh Muhammad Amin Al-kurdy
Beliau menakankan dalam definisinya suatu ilmu yang digunakan dalam mencapai tujuan tasawuf, yaitu :
1.      Ilmu Syariah;
2.      Ilmu Thariqah;
3.      Ilmu haqiqah; dan
4.      Ilmu Ma’rifah;
Asy-Syeikh Muhammad Amin Al-kurdy mengemukakan bahwa :
“Tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari (sifat-sifat) yang buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju keridhaan Allah dan meninggalkan larangan-Nya menuju perintah-Nya.”
2.)    Imam Al-Gazali
Imam Al-Gazali mengemukakan pendapat Abu Bakar Al-Katany yang mengatakan :
“Tasawuf adalah budi pekerti, barang siapa yang memberikan bekal budi pekerti atasmu, berarti dia memberikan bekal atas dirimu dalam tasawuf, maka hamba yang jiwamya menerima perintah untuk beramal karena sesungguhnya mereka melakukan suluk dengan nur (petunjuk) islam. Dan ahli zuhud yang jiwanya menerima perintah untuk melakukan beberapa akhlaq terpuji karena mereka telah melakukan suluk dengan nur (petunjuk) imannya.”
3.)    Mahmud Amin An-Nawawy
Beliau mengemukakan pendapat Al-Junaidi Al-Baghdady yang mengatakan :
“Tasawuf adalah memelihara (menggunakan) waktu. Lalu ia berkata, seorang hamba tidak akan menekuni (amalan tasawuf) aturan tertentu , menganggap tidak tepat (ibadahnya) tanpa tertuju pada Tuhan-Nya dan merasa tidak berhubungan (dengan Tuhan-Nya) tanpa menggunakan waktu untuk beribadah kepada-Nya.
4.)    As Suhradawardy
Beliau mengemukakan pendapat ma’ruf Al Karakhy yang mengatakan :
“ Tasawuf adalah mencari hakikat dan meninggalkan sesuatu yang ada ditangan makhluk kesenangan duniawi).”

5.)    Abu Bakar al Katany
Beliau menekankan bahwa akhlaq sebagai titik awal amalan tasawuf. Karena itu, bila seorang hendak mengamalkan ajaran tasawuf, ia harus terlebih dulu memperbaiki akhlaqnya.
6.)    Al-Junaidi Al-Baghdady
Beliau menekankan bahwa menggunakan waktu dalam mengamalkan tasawuf penting artinya. Karena itu, seorang sufi selalu menggunakan waktu.untuk mengingat kepada Allah SWT dengan berbagai macam ibadah sunat dan zikir.
7.)    Ma’ruf al-Kararky
Beliau menekankan bahwa tasawuf adalh mencari kebenaran yang hakiki, dengan cara meninggalkan kesenangan duniawi.

            Dari beberapa definisi tersebut, dapat dikemukakan definisi lain bahwa tasawuf adalah melakukan ibadah kepada Allah dengan cara-cara yang telah dirintis oleh ulama sufi, yang disebutnya sebagai suluk. Suluk adalah untuk mencapai suatu tujuan, yaitu ma’rifat kepada alam yang ghaib, mendapatkan keridhoan Allah, serta kebahagiaan diakhirat.
            Dari pengertian tersebut dapat disederhanakan bahwa tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha memperbaiki diri , berjuang memerangi nafsu, mencari jalan kesucian dengan makrifat menuju keabadian, saling mengingatkan manusia, serta berpegang teguh pada janji Allah dan mengikuti syariat Rasulullah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan mencapai keridhoaan-Nya.

E.     Hakekat Tasawuf
            Untuk mempermudah menerima pengertian tentang tasawuf ada baiknya bila disini mengemukakan perilaku hidup Rasulullah dan sahabat-sahabat beliau.
Perilaku hidup dizaman Rasulullah dan dizaman khulafaurrasyiddin, pada umumnya seluruh perilaku hidup pada zaman itu disifati dan dipandangi dengan hiduo tasawuf. Tujuan hidup mereka tidak didasarkan kepada nilai-nilai materi yang dapat ditumpuk untuk memperkaya diri, tetapi pada nila-nilai ibadah, memandang akhirat lebih baik daripada kehidupan dunia.akhlaq mereka sangat tawadhu’ bagaikan “padi makin berisi semakin merunduk”. Adapun perilaku Nabi dan sahabatnya menurut sejarah maka dapat diperinci antara lain sebagai berikut :
·         Hidup zuhud (anti keduniawian yang berlebih-lebihan)
·         Hidup Qanaah ( merasa cukup apa adanya )
·         Hidup Taat ( melakukan perintah Allah dan Rasulnya serta meninggalkan larangannya)
·         Hidup Istiqomah ( berkekalan/tetap beribadat )
·         Hidup mahabbah ( sangat cinta kepada Allah dan Rasulnya lebih dari mencintai dirinya sendiri).
·         Hidup Ikhlas ( sedia menjadi penebus apa saja untuk Allah demi ketinggian “Kalimatullahi Hial Ulya”)
·         Hidup Ubudiyah ( mengabdikan diri kepada Allah “Syahsiatus syufiah )

F.     Tujuan Mempelajari Tasawuf
            Tujuannya adalah ma’rifatullah ( mengenal Allah secara mutlak dan lebih jelas ). Tasawuf memiliki tujuan yang baik yaitu kebersihan diri dan taqarrub kepada Allah. Namun tasawuf tidak boleh melanggar apa-apa yang telah secara jelas diatur oleh al-Qur’an dan as-sunnah, baik dalam aqidah, pemahaman ataupun tata cara yang dilakukan. Melihat dari situ kita dapat memahami betapa pentingnya mengenal Allah secara lebih dalam dan memahaminya dengan benar. Sama juga dengan membersihkan diri dan taqarrub, tapi tidak boleh melanggar apapun yang telah Al-Qur’an berikan.

G.    Faedah dari Mempelajari Tasawuf
            Saat kita telah memahami tasawuf itu kita mulai dapat mana yang baik dan yang tidak. Bagi tasawuf mendidik hati dan ma’rifah Allah Yang Maha Mengetahui sepertimana kata Ibnu ‘Ajibah buah hasilnya ialah kelapangan 9mulia) nafsu, selamat dada dan akhlaq yang mulia bersama setiap makhluk. Faedah tasawuf adalah membersihkan hati agar sampai kepada ma’rifat akan kepada Allah Ta’ala sebagai ma’rifat yang sempurna untuk keselamatan di akhirat dan mendapat keridhaan Allah dan mendapatkan kebahagiaan abadi.

H.    Hubungan Akhlaq dengan Tasawuf
            Akhlaq dan tasawuf saling berkaitan. Akhlaq pada pelaksanaanya mengatur hubungan horizontal antara sesame manusia, sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertical antara manusia dengan Tuhannya. Akhlaq menjadi dasar dari pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan akhlaq. Para ahli tasawuf pada umumnya membagi tasawuf kepada tiga bagian :
1.      Tasawuf Amali
2.      Tasawuf Falsafi
3.      Tasawuf Akhlaqi
Yang memiliki tujuan yang sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji.

I.       Perbedaan dan Persamaan antara Akhlaq dengan Ilmu Tasawuf
1.      Persamaan
Persamaan antara akhlaq dan tasawuf sesuai dengan firman Allah yaitu sebagai rahmat bagi seluruh alam, saling menyayangi dan tidak sombong, apa bila kita berakhlaq maka kita tidak akan sombong, para sufipun juga tidak sombong karena mereka tidak memikirkan duniawi.
2.      Perbedaan
Ilmu tasawuf adalah ilmu tentang bagaimana kita membersihkan hati agar selalu berdzikir/ingat kepada Allah, dan tidak tergiur oleh  duniawi. Sedangkan akhlaq itu sendiri adalah refleksi dari penerapan ilmu tasawuf sehingga tingkah laku dan perbuatan kita sama dengan perilakunya Rasulullah SAW.















BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
            Dari pembahasan diatas dapat diuraikan bahwa antara ilmu akhlaq dan tasawuf sangat erat kaitannya, oleh karena itu antara keduanya memiliki perbedaan yang sangat tipis, maka sering muncul pernyataan ulama tasawuf yang mengatakan ; bahwa upaya memperbaiki akhlaq merupakan awal perjalanan praktek tasawuf, sedangkan pemulaan praktek tasawuf menandakan akhir perjalanan akhlaq. Ini berarti bahwa orang-orang yang menekuni ajaran tasawuf, ia harus terlebih dahulu mematangkan akhlqnya, baru ia bisa memulai melaksanakan ajaran tasawufnya. Atau dengan kata lain, sebelum peserta tasawuf melakukan pelatihan kerohanian secara rutin dalam kegiatan tasawuf, ia harus lebih dahulu menyempurnakan akhlaqnya, antara lain mematangkan dan menyempurnakan peraktek mujahadah : yaitu upaya menekan dan mematikan kecenderungan nafsunya, sehingga selalu terarah kepada kecenderungan berbuat baik.

B.     Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini kami susun. Harapan kami dengan adanya tulisan ini bisa menjadikan kita untuk lebih menyadari bahwa agama islam memiliki khazanah keilmuan yang sangat dalam untuk mengembangkan potensi yang ada di alam ini dan merupakan langkah awal untuk membuka cakrawala keilmuan kita, agar kita menjadi seorang muslim yang bijak sekaligus intelek. Serta dengan harapan dapat bermanfaat dan bisa difahami oleh para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari dewan guru yang telah membimbing kami. Apabila ada kekurangan dalam penyusunan karya tulis ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.






DAFTAR PUSTAKA

Mahjuddin,H,Akhlak Tasawuf II, ( Jakarta : Kalam Mulia,2010 )
Zahari, Mustafa, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, ( Surabaya : Pt.Bina Ilmu, 2007 )
Wahid, Ahhmad H, Akidah Akhlak MA Kelas XI, ( Bandung : CV ARMICO,2010 )
Amin,Ahmad, Ibnu Akhlaq,Terjemahan oleh Farid Ma’ruf, ( Jakarta :  Bulan Bintang, 1983 )
Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumi al-Din,Juz III, ( Bayrut, Dar al-Fikr )
Ali Rajab, Mansur, Taammulat, Fi al-Falsafah al-Akhlaq, ( Qairo, al-Injiliwi al-Misriyyah,196 )
Al-Qurtubi, Tafsir Al-Qurtubi,Juz VIII,(Qairo,Dar al-Sya’bi,1913 M)
‘Ilan al-Sadiqi, Muhammad bin, Dalil al-Falihin,Juz III, (Mesir, Mustafa al-Babi al-Halabi,1391 H/1971)
Yusuf Musa, Muhammad,Falsafah al-akhlaq Fi-al-Islam Wa-Silatuha Bi-alsafah al-Igriqiyyah, (Qairo,Muassasah al-Khanji,1963 )
Jabir al-Jaziri, Abu Bakar, Minhaj al-Muslim, ( Madinah, Dar ‘Umar bin Khattab,1396 H/1976 M )
Mujihadin,2012. Akhlak Tasawuf  http://mujihadin.blongspot.com/2012/05/akhlak-tasawuf.html, diakses pada selasa, 11 November 2014 pukul 5:10





[1]               Dr.H.Mahjuddin M.Pd.I,Akhlak Tasawuf II, (Jakarta,Kalam Mulia,2010) h.1
[2]               Al-Qurtubi, Tafsir Al-Qurtubi,Juz VIII,(Qairo,Dar al-Sya’bi,1913 M), h.6076
[3]               Muhammad bin ‘Ilan al-Sadiqi, Dalil al-Falihin,Juz III, (Mesir, Mustafa al-Babi al-Halabi,1391 H/1971),h.76.
[4]               Muhammad Yusuf Musa,Falsafah al-akhlaq Fi-al-Islam Wa-Silatuha Bi-alsafah al-Igriqiyyah,
                (Qairo,Muassasah al-Khanji,1963 M),h.81    
[5]               Abu Bakar Jabir al-Jaziri, Minhaj al-Muslim, ( Madinah, Dar ‘Umar bin Khattab,1396 H/1976 M ),H.154.
[6]               Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumi al-Din,Juz III, ( Bayrut, Dar al-Fikr), h.52
[7]               Mansur Ali Rajab, Taammulat, Fi al-Falsafah al-Akhlaq, ( Qairo, al-Injiliwi al-Misriyyah,1961 M ) h.19
[8]               Ahmad Amin, Ibnu Akhlaq,Terjemahan oleh Farid Ma’ruf, ( Jakarta, Bulan Bintang, 1983 ), h.2
[9]               Dr. H. Mahjuddin M.Pd.I, Akhlak Tasawuf II, h.4